Sunday, April 9, 2017

Bab Enam: Menumpas Nafsu akan Kesenangan



Ada tertulis bahwa hanya sedikit yang mau menempuh jalan yang sempit yang membawa kepada hidup dan kita semestinya sudi masuk melalui pintu yang sempit itu. Sebab banyak yang akan mencoba masuk melaluinya, namaun tidak akan mampu (bdk. Lukas 13:24).

Penjelasannya dapat ditemukan persis karena ketidakmauan kita menyangkal diri kita. Kita mencoba mengatasi tabiat buruk, mungkin juga laksana kita yang parah dan berbahaya, namun demikian itu terhenti begitu saja. Nafsu kecil yang kita biarkan bebas. Kita mungkin memang tidak menilap atau mencuri, namun kita suka bergunjing; kita tidak minum-minum, namun ngeteh dan ngopi secara berlebihan. Hati kita masih penuh dengan keinginan-keinginan: akar-akar yang tidak dicabut dan kita mengembara ria di hutan rimba yang kita biarkan bertumbuhan di lahan rasa mengasihani diri sendiri.

Kita harus menumpas rasa kasihan diri sendiri, sebab itulah akar dari segala nestapa yang menimpamu. Jika kita tidak tunduk kepada rasa mengasihani diri, maka pasti kita sadar bahwa kita sendirilah penyebab kejatuhan kita, sebab kita menolak untuk paham bahwa semua demi kebaikan kita. Merasa diri menderita mengaburkan pandangan kita. Kita mengasihani hanya diri sendiri dan akhirnya kurang mempertimbangkan perasaan orang lain. Kasih kita hanya sekedar pemenuhan kepuasan pribadi. Bebaskanlah diri kita dari semua ini maka kejahatan akan lari menjauh.

Tekanlah kelemahan-kelemahan kita yang mengacaukan dan kehausan kita akan kenyamanan; seranglah rasa itu dari segala penjuru! Remukkan hasrat kita akan kesenangan; jangan berikan celah sedikitpun. Jadilah tegas kepada diri sendiri; jangan beri makan kepada ego kedagingan kita sekalipun dengan rayuan menggoda. Sebab semua hal bertambah kuat saat diulang-ulang, namun akan mati layu saat ditelantarkan.

Namun hati-hati jangan sampai memagari jalan masuk kepada kejahatan namun membuka lebar pintu belakang kita yang membuat sama saja kejahatan itu masih bisa masuk.

Apagunanya, misal kita sudah berusaha tidur di kasur yang keras namun bersantai di bak mandi air hangat? Atau mencoba berhenti merokok namun membebaskan niat untuk berceloteh? Lantas saat anda mencegah niat untuk mengoceh, namun membaca novel seru? Atau jika anda berhenti membaca novel tak pantas namun mulai melamun dan menikmati balada melankolis?

Semua itu hanyalah manifestasi yang berbeda dari satu hal yang sama: keinginan untuk memuaskan desakan untuk mencari kesenangan.

Kita harus sigap mencabut semua hasrat untuk menikmati kesenangan, untuk mendapat kelancaran dan untuk dipuaskan. Anda harus belajar mencintai kesedihan, kemiskinan, rasa sakit dan kesulitan. Kita harus secara diam-diam menuruti perintah Tuhan: untuk tidak berbicara sia-sia, dan tidak mendandani diri secara berlebihan, selalu taat kepada penguasa, tidak memandang wanita dengan nafsu, tidak menjadi marah dan sebagainya. Untuk segala perintah itu diberikan kepada kita bukan hanya untuk diabaikan, namun untuk dilakukan: jika tidak demikian, Tuhan yang penuh belas kasihan itu tidak mungkin membebani kita dengan semua itu. Jika seseorang ingin mengikuti aku, hendaklah dia menyangkal dirinya (matius 16:24), sehingga memberikan ruang kepada kehendak manusia tersebut dan juga mengahargai niatnya: untuk menyangkal dirinya.

No comments:

Post a Comment