Thursday, April 6, 2017

Bab Lima: Penyangkalan Diri dan Pembersihan Hati



Lemah dan tak berdaya dengan kekuatan sendiri, kini kita harus maju untuk menunaikan tugas yang sangat berat bagi seorang manusia: yakni untuk menaklukan keinginan daging kita. Karena sungguhlah segala perjuangan rohani kita sangat terkait dengan penyangkalan diri ini. Sebab sejauh mana kita masih bergantung kepada kemampuan dan aturan kita sendiri, kita tidak bisa dengan setulusnya berdoa, "Terjadilah kehendak-Mu". Jika kita tidak bisa menyingkirkan 'kebesaran' kita sendiri, maka kita tidak akan bisa mampu membuka diri kepada keagungan yang sesungguhnya. Jika kita hanya mengandalkan kebebasan pribadi kita, maka kita tidak dapat ambil bagian dalam kebebasan sejati. Rahasia terdalam dari para orang kudus ialah: janganlah mencari kebebasan, maka kebebasan itu akan mencarimu."

Ada tertulis, "Bumi akan mengeluarkan duri dan semak belukar. Dengan berpeluh, dan jerih lelah engkau akan mengupayakannya. Para Bapa suci berpesan untuk memulai dengan hal-hal yang kecil, sebab menurut St. Efraim dari Siria, bagaimana mungkin kita memadamkan api yang besar sebelum kita berusaha memadamkan api yang kecil. Jika Anda ingin dibebaskan dari penderitaan yang besar, maka belajarlah untuk menggilas nafsu-nafsu kecil, kata para Bapa suci. Jangan kira bahwa nafsu satu terpisah dengan yang lainnya: nafsu-nafu itu saling bertautan sebagaimana rantai yang panjang atau jaring-jaring.

Maka akan menjadi hal yang sangat berat untuk menangkal hal-hal yang besar serta kebiasaan yang buruk tanpa pada saat yang bersamaan menghalau kelemahan-kelemahan kecil yang 'inosen' : keinginan untuk yang manis-manis, rasa ingin terus berbicara, rasa penasaran, rasa ingin ikut campur. Toh pada akhirnya, semua nafsu kita baik itu besar maupun kecil ditumbuhkan dari satu benih yang sama, kebiasaan kecil kita untuk memuaskan keinginan kita yang tidak kita kendalikan.

Sesungguhnya kehendak pribadi kitalah yang dihancurkan. Sejak kejatuhan dalam dosa, kehendak kita senantiasa digunakan untuk pemuasan diri. Karena alasan inilah, peperangan kita diarahkan melawan kehidupan pemuasan yang semacam itu. Kehidupan tobat ini mesti dihidupi segera dan tanpa menunda! Jika Anda kebelet ingin bertanya sesuatu, tahanlah diri! Jika anda kebelet ingin minum dua cangkir kopi, minumlah hanya satu saja! Jika and ingin menegok jam, janganlah menengok! Jika anda ingin menyulut rokok, hindarilah! Jika kamu ingin berkeliling-keliling, tinggalah di rumah!

Ini adalah penyangkalan diri; dengan cara ini seseorang menghempaskan suara keras kehendak pribadi.
Mungkin anda heran, memang perlu sampai segitunya ya? Para bapa suci membalasnya dengan sebuah pertanyaan: Apakah bisa menaruh air bersih ke dalam teko yang berlumuran kotoran? Atau anda ingin menerima tamu ke rumah anda jika saat itu rumah anda seperti kapal pecah? Tidak; seseorang yang ingin menjumpai Tuhan sebagaimana ada-Nya, pasti tergerak untuk berbenah, seturut dengan perkataan rasul Yohanes (I Yoh. 3:3).

Jadi mari kita menjaga hati kita tetap murni! Marilah kita membersihkan sampah dan debu yang mengendap di sana, marilah menyikat lantainya, mengelap kaca dan membukanya, supaya cahaya dan udara segar bisa masuk ke dalam ruangan seperti kita menyiapkan ruangan kudus bagi Tuhan. Lalu marilah memakai baju yang layak, agar kita tidak bau menyengat dan mendapati diri kita diusir keluar (Lukas 13:28).


Biarlah ini menjadi perjuangan kita di setiap hari dan jam. Dengan cara inilah baru kita bisa melaksanakan perintah Tuhan sendiri yang Ia sabdakan melaui Rasul-Nya yang kudus Yakobus: Murnikanlah hatimu (4:8). Dan Rasul Paulus menasihatkan kita untuk membersihkan diri dari segala kecemaran daging dan roh (2 Kor 2). Sebab dari dalam hati kitalah, dari sanalah keluar segala pikiran jahat, percabulan, perzinahan, pembunuhan, pencurian, kelicikan, kefasikan, murka, keinginan jahat, penistaan, kesombongan dan kebodohan. Hal-hal yang ada di dalam hati inilah yang menajiskan manusia (bdk. Markus 7:21-3). Sebab itu Dia menegur orang Farisi: Bersihkanlah dahulu bagian dalam cawan dan pinggan, agar bagian luarnya ikut menjadi bersih juga (Matius 23:26).

Saat kita mengikuti nasihat agar memulai bersih dalam diri, kita harus sadar behwa kita membersihkan pun bukan demi pemuasan diri. Bukan untuk kepuasan pribadilah kita membersihkan dan merapikan ruang tamu kita, namun agar sang tamu menikmatinya. Apakah dia akan merasa nyaman di sini? Kita harus menanyakan ini kepada diri sendiri. Apakah Dia akan mau tinggal? Segala pikiran pertimbangan kita ialah tentang Dia.

Maka dengan cara ini kehendak kita akan di taruh di belakang dan tidak mengharapkan imbalan.
Ada tiga jenis tabiat manusia, sebagaimana dikemukakan oleh Nikitas Stethatos: Manusia daging, yang hanya ingin hidup demi kesenangannya, bahkan dengan harga melukai orang lain; manusia alamiah, yang sekedar membuat diri dan orang lain senang; dan manusia sejati, yang hanya ingin menyenangkan Allah, bahkan saat itu berarti membuat diri terluka.

Tabiat yang pertama adalah tabiat manusia yang rendah, yang kedua adalah wajar dan yang ketiga ada di atas; itu adalah kehidupan di dalam Kristus.
Manusia sejati berpikir secara rohani; Harapannya ialah mendengar sukacita para malaikat bahwa 'seorang pendosa bertobat' (Lukas 15:10), dan pendosa itu adalah dirinya sendiri. Demikianlah kiranya perasaan anda, demikianlah kiranya anda menggantungkan harapanmu, sebab Tuhan memerintahkan kita agar menjadi sempurna sebagimana Bapa kita yang di sorga juga sempurna! (Matius 5:48), dan untuk mencari dahulu kerajaan Allah dan kebenaran-Nya (6:33).

Sebab itu janganlah kita berhenti sampai kita sudah mengerat bagian-bagian dalam diri kita yang adalah tabiat daging. Tujuan kita adalah melacak tanda-tanda kebuasan yang ada di dalam diri kita itu dan menganiayayanya tanpa lelah. Sebab daging berkehendak melawan Roh dan Roh berbanding terbalik dengan daging (Galatia 5:17). Jika anda kuatir akan menjadi munafik dari pengerjaan akan kesalehan kita, atau cemas akan menjadi sombong rohani, periksalah dirimu sendiri dan perhatikanlah bahwa orang munafik (merasa diri benar) sebenarnya buta, atas ketidakmampuannya.

No comments:

Post a Comment