Tuesday, April 25, 2017

Bab Tujuh: Perubahan dari cinta diri menjadi kasih akan Kristus

Jika kita berhenti memikirkan diri sendiri, siapa yang akan kita pikirkan? tanya Uskup Teofan. Dia memberikan jawabannya bagi kita: Kita akan menjumpai Allah dan sesama kita. Karena alasan inilah, menyangkal diri merupakan prasyarat dan syarat utama, sebab agar fokus kita beralih dari diri sendiri kepada Kritus yang adalah Tuhan dan sesama kita.

Itu artinya, semua perhatian kita, kepedulian dan kasih yang saat ini kita limpahkan semata untuk diri sendiri dapat secara alami dan tanpa kita sadari kita alihkan kepada Allah dan dengan demikian kepada sesama kita. Hanya dengan cara inilah "tangan kiri kita tidak tahu apa yang tangan kanan kita lakukan, dan pemberian kita itu tetap tersembunyi (bdk. Mat 6:3-4).

Sampai syarat ini terpenuhi, kita tidak akan bisa dilimpahi dengan segala pengetahuan, dapat saling menasihati (bdk. Roma 15:14) dengan cara yang nyata dan non-material. Upaya kita untuk menasihati orang bisa saja dengan intensi yang salah, sebab itu sebenarnya bias kita sendiri serta dengan tujuan memuaskan diri sendiri. Sangat perlu mengerti hal ini, sebab kita bisa dengan mudahnya keliru antara 'merasa' menolong orang lain dan berujung kepada rasa puas bisa menolong orang itu.

Hindarilah menyibukkan diri kita, dengan bazaar chariti, pertemuan bantuan di hadapan khalayak ramai supaya dilihat orang. Kesibukan akan banyak hal, dengan segala wujudnya serupa racun. Lihatlah ke dalam hati, dan tiliklah dengan saksama, periksalah bahwa kegiatan sedekah seperti ini sejujurnya dari niat yang mana: apakah dari keinginan yang membutakan nurani: yaitu dari kebiasaan tak terkendali untuk memuaskan diri. (Roma 5:1)

Tidak demikian Allah akan kasih dan kedamaian serta pengorbanan yang sepenuhnya tidak terbesit oleh keinginan untuk pamor dan kepuasan diri, tidak juga memandang seusatu yang dilakukan hanya demi pencitraan. Ada satu cara mengujinya: jika pikiranmu gelisah, jika kita menjadi putus asa atau sedikit jengkel karena sesuatu atau ada penghalang akan tindakan baikmu itu, maka niat itu bukanlah niat yang murni.

Mungkin anda bertanya, Mengapa? Mereka yang berpengalaman menjawab, bahwa halangan secra eksternal dan hambatan itu hanya menguji mereka yang tidak menyelaraskan kehendaknya dengan kehendak Allah: dan bagi Allah tidak ada yang bisa menghalangi. Perbuatan kebajikan tanpa pamrih berasal dari Allah, bukan dari saya sendiri. Itu tidak bisa dibuat-buat. Sebab jika itu demi rencana saya, demi keinginan saya untuk belajar, kerja, beristirahat, makan atau melayani sesama saya -- tahu-tahu ada aral melintang, maka saya akan marah. Sebab bagi orang yang sudah menemukan jalan sempit yang memimpin kepada Hidup, yaitu Allah, hanya ada satu macam penghalang saja, dan itu adalah: kehendaknya sendiri yang cenderung berdosa. Jadi bagaimana mungkin dia marah jika memang hal itu memang tidak dikehendaki Allah? Untuk hasil, ia tidak merencanakannya (Yak. 4:13-16).

Namun ini juga rahasia dari para kudus.
Jangan tertipu. Seorang Kristen harus belajar berjalan sebagaimana Dia berjalan (1 Yoh 2:6) yang tidak menuruti kehendaknya sendiri (Yoh 5:30), namun rela dilahirkan di atas palungan, berpuasa 40 hari, berdoa semalam suntuk, menyembuhkan yang sakit, mengusir setan, tidak memiliki tempat untuk membaringkan kepalanya, dan merelakan dirinya diludahi, disesah dan disalib.

Sekarang renungkan betapa jauhnya kita dari itu. Terus tanyakan diri sendiri: Sudah saya sesekali berdoa semalaman? Sudahkah saya berpuasa barang sehari? Sudahkah saya mengusir setan? Sudahkah saya merelakan diri untuk dicela dan dipukuli? Sudahkah saya menyalibkan daging (Galatia 5:24), dan tidak memuaskan kehendak pribadi? Terus tanyakan kepada diri kita sendiri.

Untuk apa sih menyangkal diri? Dia yang benar-benar menyangkal dirinya sendiri tidak menanyakan, Apakah saya bahagia? atau, Akankah aku puas? Pertanyaan-pertanyaan seperti itu akan berguguran jika anda benar-benar menyangkal diri, sebab dengan melakukannya kita akan terbiasa membersihkan diri dari kerakusan pribadi akan kesenangan duniawi atau bahkan 'sorgawi'.
Keinginan yang bandel akan kesenangan pribadi inilah penyebab kegelisahan dan carut marutnya jiwamu. Lepaskanlah itu dan lawanlah: damai dan ketenangan akan diberikan kepadamu secara cuma-cuma.

No comments:

Post a Comment